Setidaknya 200 Tewas dalam Bentrokan Pasukan Suriah dan Loyalis Assad

Loyalis Assad

Kelompok bersenjata yang mendukung pemerintah baru Suriah menyerang sejumlah desa di dekat wilayah pesisir pada Kamis 6/3) dan berlanjut hingga Jumat (7/3). Insiden yang menewaskan puluhan orang itu merupakan serangan balasan atas serangan sebelumnya yang dilakukan loyalis Presiden terguling Bashar al-Assad terhadap pasukan keamanan pemerintah, menurut seorang pemantau perang.

Bentrokan yang masih berlangsung tersebut menjadi kekerasan terburuk sejak pemerintah Assad digulingkan pada awal Desember oleh kelompok pemberontak yang dipimpin Hayat Tahrir al-Sham. Pemerintah baru bertekad menyatukan Suriah setelah 14 tahun dilanda perang saudara.

Menurut lembaga pemantau Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris, lebih dari 200 orang tewas sejak pertempuran meletus. Dari jumlah itu, sekitar 140 orang tewas dalam serangan balas dendam di desa-desa, sementara korban lainnya mencakup setidaknya 50 anggota pasukan pemerintah Suriah dan 45 kombatan loyalis Assad. Perang saudara yang berlangsung sejak Maret 2011 merenggut lebih dari setengah juta nyawa dan menyebabkan jutaan orang mengungsi.

Bentrokan terbaru pecah pada Kamis ketika pasukan pemerintah berusaha menangkap seorang buronan di dekat kota pesisir Jableh, tetapi disergap oleh loyalis Assad, menurut Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris.

Pada Kamis dan Jumat, kelompok bersenjata yang mendukung pemerintah baru menyerang Desa Sheer, Mukhtariyeh, dan Haffah di dekat pesisir, menewaskan 69 pria tanpa melukai satu pun perempuan, menurut lembaga tersebut.

“Mereka membunuh setiap pria yang mereka temui,” kata Kepala Syrian Observatory for Human Rights Rami Abdurrahman.

TV Al-Mayadeen yang berbasis di Beirut juga melaporkan serangan di tiga desa tersebut, menyebutkan bahwa lebih dari 30 pria tewas di Desa Mukhtariyeh saja.

Sebanyak 60 orang lainnya, termasuk perempuan dan anak-anak, tewas di Kota Baniyas, menurut lembaga pemantau tersebut.

Pihak berwenang Suriah belum mengungkapkan jumlah korban tewas, tetapi menurut kantor berita pemerintah SANA, seorang pejabat keamanan yang enggan diungkap identitasnya menyebutkan bahwa banyak orang bergerak menuju pantai untuk membalas serangan terhadap pasukan keamanan pemerintah. Pejabat itu mengakui adanya “beberapa pelanggaran individu” dan menyatakan bahwa pihaknya tengah berupaya menghentikannya.

Presiden Sementara Ahmad al-Sharaa, dalam pernyataan lewat video, meminta kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan pemerintah sebelumnya untuk menyerahkan senjata mereka. Ia juga mendesak pendukung pemerintah baru agar tidak menyerang warga sipil atau menyiksa tahanan.

“Saat kita mengorbankan etika kita, kita menurunkan diri ke tingkat musuh kita,” ujarnya. “Sisa-sisa rezim yang telah tumbang sedang mencari provokasi yang dapat mereka manfaatkan sebagai perlindungan.”

Dikuasai Loyalis Assad

Dalam semalam, Damaskus mengirim bala bantuan ke kota pesisir Latakia dan Tartus, serta desa-desa di sekitarnya yang dihuni oleh komunitas Alawi, kelompok minoritas yang telah lama menjadi basis dukungan Assad. Jam malam tetap diberlakukan di Latakia dan wilayah pesisir lainnya.

Selama kepemimpinan Assad, komunitas Alawi mendominasi posisi penting di militer dan badan keamanan. Pemerintah baru menuduh loyalis Assad sebagai dalang di balik serangan terhadap pasukan keamanan baru dalam beberapa minggu terakhir. Sementara itu, komunitas Alawi juga menjadi target sejumlah serangan, tetapi pemerintah baru menegaskan tidak akan membiarkan aksi balas dendam atau hukuman massal.

Hingga Jumat, menurut lembaga pemantau, Jableh dan kota pesisir Baniyas masih berada di bawah kendali loyalis Assad, bersama desa-desa Alawi di sekitarnya serta kampung halaman Assad di Qardaha, yang terletak di pegunungan yang menghadap ke Latakia.

Minta Bantuan Rusia

Puluhan orang berkumpul pada Jumat di luar pangkalan udara utama Rusia di Suriah, dekat Jableh, untuk meminta perlindungan dari Moskow. Rusia ikut campur dalam konflik Suriah pada 2015 dengan mendukung Assad, meskipun belakangan juga menjalin hubungan dengan pemerintah baru. Sejak meninggalkan Suriah pada Desember, Assad diketahui tinggal di Moskow.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa Moskow “berkoordinasi erat dengan mitra asing demi kepentingan de-eskalasi situasi yang cepat.”

“Kami menegaskan kembali posisi berprinsip kami dalam mendukung kedaulatan, persatuan, dan integritas teritorial Republik Arab Suriah,” kata pernyataan itu. “Kami berharap bahwa semua negara yang memiliki pengaruh terhadap situasi di Suriah akan berkontribusi pada normalisasinya.”

Peringatan dari Turki

Turki, yang dulu mendukung pemberontak saat Assad masih berkuasa, memperingatkan pada Jumat bahwa pertempuran yang sedang berlangsung menjadi ancaman serius bagi pemerintah baru.

“Upaya intensif sedang dilakukan untuk menciptakan keamanan dan stabilitas di Suriah,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Oncu Keceli, dalam sebuah unggahan di X. “Di titik krusial ini, serangan terhadap pasukan keamanan dapat menghambat upaya membawa Suriah menuju masa depan yang bersatu dan solid.” [ah/ft]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *