Laut Mediterania kembali menjadi saksi bisu dari tragedi kemanusiaan yang menggemparkan dunia. Sebuah kapal bantuan kemanusiaan untuk Gaza menjadi sasaran serangan udara oleh drone Israel, yang kemudian menimbulkan kerusakan besar dan membahayakan nyawa puluhan relawan internasional di dalamnya. Kejadian ini bukan hanya menyulut kemarahan komunitas internasional, tetapi juga membuka kembali luka lama tentang ketegangan di wilayah Gaza yang tak kunjung usai.
Yang membuat peristiwa ini semakin dramatis adalah munculnya kapal militer Malta yang sigap datang menyelamatkan para awak dan relawan yang nyaris tenggelam setelah kapal mereka rusak parah akibat rudal. Kisah ini tidak hanya menyimpan fakta-fakta mengejutkan, tapi juga memunculkan pertanyaan besar tentang hukum laut, kedaulatan, dan hak kemanusiaan di tengah konflik yang terus berkepanjangan.
Detik-detik Serangan Drone: Hantaman di Tengah Malam
Peristiwa bermula pada dini hari, sekitar pukul 02.30 waktu setempat. Kapal bantuan bernama Hope for Gaza, berbendera Liberia, sedang dalam pelayaran dari pelabuhan Marseille menuju perairan lepas pantai Rafah, membawa lebih dari 120 ton suplai medis, makanan darurat, dan perlengkapan untuk korban konflik di Jalur Gaza.
Menurut laporan para saksi dan awak, bunyi mendengung halus terdengar di kejauhan sebelum akhirnya ledakan besar mengguncang bagian belakang kapal. Drone tempur tak berawak milik Israel, yang kemudian dikonfirmasi oleh sumber militer tidak resmi, meluncurkan rudal presisi tinggi yang menghantam bagian ruang mesin kapal. Api segera membesar dan komunikasi radio menjadi kacau.
Dalam rekaman video yang beredar luas di media sosial, terlihat para relawan berlarian di dek, beberapa di antaranya berlumuran darah, sementara asap hitam pekat membumbung ke langit malam. Salah satu relawan asal Norwegia, Anna Kristoffersen, terdengar berteriak dalam video: “Kami bukan tentara! Ini kapal bantuan! Kami membawa makanan!”
Reaksi Internasional: Dari Keprihatinan Hingga Kecaman
Setelah berita serangan menyebar, sejumlah negara langsung mengeluarkan pernyataan resmi. Pemerintah Turki menyebut tindakan tersebut sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.” Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan menyebutnya sebagai “tindakan brutal yang harus diselidiki PBB.”
Uni Eropa, melalui Komisioner Urusan Luar Negeri Josep Borrell, meminta Israel untuk memberikan penjelasan lengkap. Sementara itu, organisasi hak asasi manusia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International menuntut dilakukan investigasi independen terhadap insiden ini.
Yang menarik, perwakilan Israel di PBB menyatakan bahwa mereka mencurigai kapal tersebut membawa logistik yang “bisa mendukung kelompok bersenjata.” Namun hingga kini, tidak ada bukti kuat yang mengonfirmasi klaim tersebut.
Aksi Heroik Malta: Misi Penyelamatan di Tengah Krisis
Ketika situasi semakin genting dan kapal mulai oleng akibat kebocoran bahan bakar, sinyal darurat berhasil dikirimkan ke pusat kendali maritim di Valletta, Malta. Pemerintah Malta, yang dikenal sebagai negara netral namun aktif dalam misi kemanusiaan, langsung mengerahkan kapal patroli Angkatan Laut mereka, P-71, yang sedang berada sekitar 80 mil laut dari lokasi kejadian.
Kapten Marwan Falzon, yang memimpin operasi penyelamatan, menceritakan bagaimana mereka harus menembus gelombang tinggi dan asap pekat. “Kami tidak tahu pasti apa yang akan kami temukan. Tapi kami tahu bahwa setiap detik berarti menyelamatkan nyawa,” ujarnya dalam wawancara eksklusif.
Dalam waktu dua jam, kapal Hope for Gaza berhasil didekati dan lebih dari 30 relawan dievakuasi dengan selamat, termasuk tiga anak kecil dan satu dokter Palestina. Beberapa korban luka berat segera diterbangkan ke rumah sakit di Malta menggunakan helikopter medis.
Siapa Saja di Dalam Kapal? Daftar Nama yang Mengejutkan Dunia
Tidak seperti kapal bantuan biasa, kapal ini memuat sejumlah tokoh penting yang dikenal sebagai aktivis perdamaian global. Di antaranya:
-
Dr. Sara Bianchi, dokter asal Italia yang pernah menjadi relawan di Aleppo.
-
Sheikh Omar Al-Farouq, ulama damai asal Sudan yang menggalang dana bantuan lintas agama.
-
Kenji Nakamura, jurnalis investigasi asal Jepang yang sedang membuat dokumenter tentang blokade Gaza.
Keberadaan mereka di kapal menambah kompleksitas diplomatik peristiwa ini, karena melibatkan warga dari berbagai negara, termasuk beberapa negara yang memiliki hubungan formal dengan Israel.
Kilas Balik: Kapal Bantuan dan Konflik Israel-Gaza
Ini bukan kali pertama kapal bantuan diserang saat menuju Gaza. Insiden paling terkenal terjadi pada tahun 2010, ketika kapal Mavi Marmara yang membawa bantuan kemanusiaan diserbu oleh pasukan komando Israel, menyebabkan 10 aktivis tewas. Peristiwa itu menyulut ketegangan antara Israel dan Turki.
Kali ini, serangan terjadi di perairan internasional, yang secara hukum laut dianggap sebagai wilayah netral. Hal ini membuka celah hukum dan diplomatik yang luas tentang apakah tindakan Israel dapat dianggap sebagai agresi terhadap kapal sipil asing.
Kondisi Kapal Saat Ini: Bangkai Modern di Laut Mediterania
Menurut citra satelit terbaru dari lembaga pemantau maritim internasional, kapal Hope for Gaza saat ini mengapung dalam keadaan nyaris tenggelam sekitar 25 mil laut dari Tripoli. Sebagian besar bagian belakang kapal hancur, dengan tumpahan bahan bakar membentuk bercak besar di laut.
Pihak Malta menyatakan mereka tidak dapat menarik kapal tersebut karena ukurannya yang besar dan risiko ledakan sekunder. Sementara itu, kelompok relawan berharap bangkai kapal itu bisa dijadikan monumen peringatan akan perjuangan kemanusiaan di tengah konflik.