Dari Masjid Al-Aqsa hingga Puing Gaza: Warga Palestina Rayakan Iduladha di Tengah Genosida

Dari Masjid Al-Aqsa hingga Puing Gaza

Hari Raya Iduladha seharusnya menjadi momen penuh suka cita, refleksi spiritual, dan solidaritas umat Islam di seluruh dunia. Namun bagi warga Palestina, khususnya mereka yang berada di Gaza dan Tepi Barat, Iduladha tahun ini kembali diwarnai oleh duka mendalam. Di tengah puing-puing bangunan yang runtuh dan suara ledakan yang tak kunjung reda, mereka tetap menegakkan shalat, menyembelih hewan kurban sebisanya, dan mengangkat takbir dengan linangan air mata.


Masjid Al-Aqsa: Simbol Keteguhan Iman

Di kompleks suci Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur, ribuan jamaah Palestina tetap berdatangan pada pagi Iduladha. Di bawah penjagaan ketat aparat Israel, mereka menunaikan shalat dengan penuh khidmat. Meskipun diintimidasi dan dibatasi aksesnya, semangat warga untuk mendatangi salah satu situs paling suci dalam Islam itu tak pernah surut.

Setiap takbir yang dikumandangkan di halaman Al-Aqsa seakan menjadi seruan keteguhan iman dan perlawanan damai. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah—ia adalah simbol identitas, perlawanan, dan keteguhan Palestina dalam mempertahankan hak dan tanah air mereka.


Gaza: Iduladha di Antara Reruntuhan

Sementara itu, di Jalur Gaza yang telah hancur lebur akibat agresi militer Israel selama berbulan-bulan terakhir, warga Palestina menyambut Iduladha dalam situasi yang hampir tak manusiawi. Puluhan ribu rumah rata dengan tanah. Anak-anak yatim kehilangan orang tua. Rumah sakit lumpuh. Namun, umat tetap berusaha merayakan hari raya besar Islam ini.

Di tengah reruntuhan, beberapa keluarga menyembelih domba yang dikumpulkan dari hasil bantuan internasional. Mereka memasak di dapur darurat, membagikan makanan kepada sesama pengungsi, dan menggelar shalat berjamaah di ruang terbuka yang dahulu merupakan jalan atau taman bermain anak.


Genosida yang Membayang

PBB dan berbagai organisasi hak asasi manusia internasional telah menyebutkan kemungkinan bahwa tindakan Israel di Gaza bisa dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan bahkan genosida. Ribuan warga sipil—sebagian besar di antaranya perempuan dan anak-anak—telah tewas. Infrastruktur sipil, termasuk sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah, menjadi target serangan yang menghancurkan.

Namun di balik horor ini, semangat hidup rakyat Palestina tetap menyala. Mereka tidak hanya bertahan hidup secara fisik, tapi juga mempertahankan identitas, tradisi, dan keimanan mereka. Perayaan Iduladha adalah bukti paling nyata dari keteguhan itu.


Solidaritas Dunia Islam

Di berbagai belahan dunia, umat Islam menggelar aksi solidaritas untuk Palestina. Dari Jakarta hingga Istanbul, dari Islamabad hingga Rabat, jutaan suara takbir dan doa dipanjatkan untuk warga Gaza dan Tepi Barat. Bantuan kemanusiaan terus dikirimkan, meski kerap terhambat oleh blokade dan larangan dari otoritas Israel.

Namun yang dibutuhkan rakyat Palestina lebih dari sekadar bantuan: diperlukan tekanan politik, embargo senjata, dan tindakan nyata untuk menghentikan kekerasan yang terus berlanjut. Iduladha tahun ini menjadi momentum refleksi bagi dunia Islam—apakah cukup hanya berdoa, atau sudah saatnya bertindak?


Doa dan Harapan di Tengah Duka

Bagi banyak keluarga Palestina, Iduladha bukan lagi soal pakaian baru atau hidangan istimewa. Ia menjadi pengingat akan pengorbanan, sebagaimana Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya atas perintah Allah. Bagi mereka, pengorbanan itu kini nyata—mereka mengorbankan kenyamanan, keamanan, bahkan nyawa, demi mempertahankan tanah dan hak-hak dasar mereka sebagai manusia.

Anak-anak Gaza yang tak lagi memiliki rumah tetap menggambar kibas dan masjid di dinding tenda pengungsian. Para ibu memasak dengan sisa bahan makanan seadanya, lalu mengirim sebagian ke tetangga yang lebih miskin. Para ayah berdoa dengan penuh harap agar anak-anak mereka bisa hidup di masa depan yang lebih damai.


Kesimpulan: Iduladha Bukan Sekadar Hari Raya

Di Palestina, Iduladha adalah simbol kekuatan dan harapan. Di bawah bayang-bayang genosida, mereka tetap merayakan. Mereka tidak menyerah. Dalam setiap takbir dan doa, terkandung pesan kepada dunia: bahwa Palestina masih hidup, bahwa mereka layak merdeka, dan bahwa kemanusiaan tidak boleh mati.

Maka ketika dunia merayakan Iduladha dengan kegembiraan, ingatlah mereka yang merayakannya dengan luka. Dari Masjid Al-Aqsa hingga puing-puing Gaza, gema takbir tetap berkumandang, membawa harapan bahwa suatu hari nanti, kebebasan dan keadilan akan datang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *