Meski dunia politik terus bergerak menuju inklusivitas, pemikiran terhadap politisi perempuan masih menjadi fenomena global yang sulit diberantas. Dari opini seksis hingga manipulasi citra dengan teknologi, para perempuan yang berjuang di arena politik seringkali diperlakukan tidak adil hanya karena gender mereka.
Berikut lima alasan utama mengapa politisi perempuan lebih sering menjadi sasaran diskusi — baik secara verbal, digital, maupun simbolik.
1. 🔥Sensualitas Sering Dijadikan Senjata Politik
Politisi perempuan kerap dijadikan objek seksual alih-alih dinilai atas kompetensi dan kebijakan mereka. Penampilan fisik, pakaian, bahkan cara bicara menjadi sorotan yang tidak relevan dengan tugas politik mereka. Di media sosial, komentar tentang bentuk tubuh dan wajah lebih sering muncul daripada komentar atas isi pidato atau program kerja mereka.
💬Dia cantik sih, tapi cocoknya jadi model, bukan menteri.
Pernyataan seperti ini mencerminkan bagaimana masyarakat — bahkan sesama politisi — masih menggunakan sensualitas sebagai senjata perendahan martabat perempuan.
2. 🧨Norma Patriarki yang Mengajar Kuat
Banyak masyarakat yang masih belum menerima kenyataan bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin. Dalam sistem yang didominasi laki-laki, politisi perempuan sering dianggap “mengganggu tatanan”, terutama jika mereka vokal dan berani melawan arus.
Perempuan yang tegas disebut arogan. Perempuan yang berpotensi dianggap terlalu ambisius. Inilah bentuk bias gender yang menjalar ke berbagai ruang, termasuk parlemen dan media.
💡Pelecehan verbal, penjegalan, bahkan framing negatif di media menjadi bagian dari cara sistem patriarki mempertahankan dominasi.
3. 🎯Mudah Dijadikan Sasaran Serangan Pribadi
Serangan terhadap politisi perempuan seringkali bersifat pribadi dan menyasar kehidupan pribadinya. Status pernikahan, jumlah anak, gaya hidup, hingga agama atau orientasi seksual kerap dijadikan bahan untuk menurunkan reputasi mereka.
Misalnya, seorang politisi perempuan bisa dipermalukan hanya karena memilih tidak menikah, atau disudutkan karena berani menjadi ibu tunggal. Hal-hal yang tidak pernah menjadi masalah ketika dila
4. 🖼️M
Di era teknologi, deepfamenjavideo palsu yan
Teknologi yang seharusnya mendukung transparansi kini disalahgunakan untuk mendiskredi, Saya
🛑Kasus politisi perempuan di Eropa dan Asia yang fotonya dimanipulasi untuk menyebarkan k
5. 🧃Media Jadi
Platform digital telah menjadi medan perang baru bagi politisi, terutama perempuan. Di dalamnya mereka paling rentan mengalami PeleKe
Minimnya moderasi dan hukum yang belum adaptif terhadap kekerasan berbasis gender di ruang digital me
🧩Pena
Pelecehan terhadap politisi perempuan bukan hanya persoalan individu, namun juga mencerminkan s. Ini bukan
Masyarakat, media, lembaga hukum, dan platform digital harus bkamu