BERITA DUNIA TERKINI – Turki, Jumat (13/12), mendesak Rusia dan Iran agar tak mengintervensi pasukan militer Bashar al-Assad saat pemberontak Islamis menggempur Damaskus hingga berhasil menggulingkannya.
“Hal terpenting adalah berbicara dengan Rusia dan Iran untuk memastikan bahwa mereka tidak ikut campur dalam pertempuran ini secara militer. Kami mengadakan pertemuan dengan (mereka) dan mereka mengerti,” Menteri Luar Negeri Hakan Fidan mengatakan kepada televisi swasta Turki, NTV.
Ia menyebut, jika Moskow dan Teheran turun tangan membantu presiden Suriah, pemberontak dinilai masih berpotensi untuk menang. Namun konsekuensinya lebih berat. Iran dan Rusia merupakan sekutu utama Assad sejak perang saudara 2011
“Jika Assad mendapatkan dukungan, pihak oposisi bisa saja meraih kemenangan dengan tekad mereka, tetapi itu akan memakan waktu lama dan bisa berdarah,” katanya.
Fidan menyatakan, tujuan Turki adalah “melakukan pembicaraan terarah dengan dua pihak kunci untuk meminimalkan korban jiwa.”
Saat aliansi pemberontak HTS yang dipimpin Islamis melancarkan serangan pada 27 November, Moskow dan Teheran awalnya menawarkan bantuan militer kepada Assad untuk menghadapi mereka.
Namun, kejatuhan pasukan Assad yang begitu cepat mengejutkan mereka.
Hal itu terjadi ketika kedua negara menghadapi masalah masing-masing: Rusia terjebak dalam perang di Ukraina, sementara proksi Iran, termasuk Hizbullah Lebanon, terus dibombardir Israel.
Mereka langsung menyadari bahwa permainan telah usai, Assad “tak lagi layak didukung” dan “tidak ada gunanya lagi,” ujar menteri Turki.
Turki menyatakan dukungannya bagi pemberontak. Para ahli menyebut Ankara memberi lampu hijau untuk serangan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) meski tidak terlibat langsung.
Banyak negara, terutama di kawasan tersebut, mengungkapkan kekhawatiran tentang HTS, yang berasal dari bekas cabang Al Qaeda di Suriah dan dianggap sebagai organisasi teror oleh banyak pemerintah Barat.
Namun, Fidan mengatakan bahwa “sangat wajar” memiliki kekhawatiran tentang HTS, yang “perlu diselesaikan”.
“Tidak seorang pun mengenal mereka sebaik kami, kami menginginkan Suriah tanpa terorisme, tidak menimbulkan ancaman bagi negara-negara di kawasan tersebut.”
Sejak 2016, Turki memiliki pengaruh besar di barat laut Suriah, menjalin hubungan kerja dengan HTS yang menguasai sebagian besar Idlib, benteng terakhir oposisi Suriah. [ah/ft]