Gaza — Pemandangan mencekam yang tak ubahnya adegan film zombie terjadi di Gaza. Ribuan warga yang kelaparan menyerbu pusat distribusi bantuan kemanusiaan dalam aksi brutal yang membuat personel asing, termasuk dari Amerika Serikat dan Israel, terpaksa mundur dan melarikan diri demi keselamatan mereka.
Tragedi ini menggambarkan betapa parahnya krisis kemanusiaan yang tengah melanda wilayah padat penduduk tersebut. Dengan akses makanan, air bersih, dan obat-obatan yang sangat terbatas akibat blokade dan konflik bersenjata yang terus berlangsung, rakyat Gaza kini berada di ambang keputusasaan.
Massa Putus Asa: Bantuan Jadi Rebutan Brutal
Kejadian tersebut bermula ketika truk bantuan dari lembaga internasional dikawal menuju pusat distribusi di utara Gaza. Dalam hitungan menit, ribuan warga, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah mengepung titik pembagian. Suara teriakan, tangis, dan dorongan tak terhindarkan.
“Ini seperti kiamat,” ungkap salah satu relawan kemanusiaan yang enggan disebutkan namanya. “Kami tidak punya cukup tangan, cukup waktu, dan cukup logistik untuk mengendalikan kerumunan.”
Sebagian warga memanjat kendaraan, merobek-robek terpal bantuan, bahkan menyerbu kontainer logistik demi sekantong tepung atau beberapa botol air. Kondisi ini berubah semakin liar ketika suara tembakan peringatan terdengar dari pasukan pengaman yang berjaga.
Personel Asing Pilih Kabur
Sadar situasi tak lagi terkendali, personel asing yang tergabung dalam tim pengawas distribusi bantuan—termasuk beberapa relawan dari AS dan pengamat dari pihak Israel—memilih mundur dari lokasi.
“Personel kami tidak dalam posisi untuk menggunakan kekerasan terhadap warga sipil yang putus asa. Langkah mundur adalah pilihan terbaik,” kata seorang juru bicara dari lembaga bantuan berbasis Washington.
Kaburnya personel tersebut menjadi perbincangan luas di media sosial, memunculkan kritik terhadap lemahnya perlindungan kemanusiaan dan buruknya sistem distribusi bantuan di tengah zona perang aktif.
Krisis Gaza Memuncak
Selama berbulan-bulan, Gaza telah mengalami blokade total. Banyak fasilitas kesehatan rusak atau hancur, rumah-rumah warga porak-poranda, dan sumber logistik luar nyaris mustahil masuk.
Data dari PBB menyebutkan bahwa lebih dari 85% penduduk Gaza kini bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan. Namun, penyaluran bantuan seringkali terhambat oleh konflik bersenjata, ketegangan militer, serta keterbatasan akses jalur darat dan udara.
Mirip Film, Tapi Ini Nyata
Tagar seperti #GazaHungerCrisis dan #FoodZombie sempat trending di berbagai platform media sosial, menyoroti betapa ekstremnya situasi kemanusiaan ini. Banyak warganet menyamakan kondisi ini dengan film-film fiksi zombie, di mana manusia menyerbu sumber makanan tanpa kendali, dengan satu-satunya motivasi: bertahan hidup.
“Bukan karena mereka buas. Mereka hanya lapar,” tulis seorang aktivis kemanusiaan asal Inggris di akun X (sebelumnya Twitter).
Tuntutan untuk Gencatan Senjata dan Jalur Aman
Melihat kekacauan ini, berbagai lembaga internasional kembali menyerukan gencatan senjata dan dibukanya jalur kemanusiaan permanen di Gaza. Tanpa itu, warga sipil akan terus menjadi korban.
UNRWA, WHO, dan Palang Merah Internasional menyatakan bahwa tidak akan mungkin menjaga perdamaian atau distribusi logistik secara teratur jika pertempuran masih berlangsung di berbagai sektor.
“Saat orang lapar, tidak ada sistem yang bisa mengatur. Satu-satunya cara mencegah kekacauan seperti ini adalah menghentikan konflik,” tegas juru bicara UNRWA.
Penutup
Kejadian di Gaza ini menjadi alarm keras bagi dunia. Di saat teknologi canggih dan jaringan global mendominasi informasi, ada satu fakta menyedihkan yang tak terbantahkan: jutaan manusia kini bertarung hanya demi sesuap makanan. Di balik drama geopolitik dan diplomasi tingkat tinggi, ada wajah-wajah lelah yang hanya ingin bertahan hidup.