Konflik berkepanjangan antara Hizbullah dan Israel kembali memanas dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun tekanan militer dan diplomatik terus meningkat, Hizbullah — kelompok bersenjata yang berbasis di Lebanon — menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka tidak akan mundur sedikit pun. Bahkan, perlawanan mereka justru makin intens dan terbuka.
Mengapa Hizbullah tetap bersikukuh untuk melawan Israel, meski risikonya sangat besar? Berikut empat alasan utama mengapa Hizbullah diyakini tidak akan menyerah:
1. Serangan Terus-Menerus dari Zionis Memperkuat Tekad Perlawanan
Salah satu alasan paling jelas adalah agresi militer Israel yang terus berulang terhadap wilayah Lebanon dan Gaza, termasuk serangan udara, pemboman infrastruktur sipil, dan pelanggaran wilayah udara. Hizbullah menganggap tindakan ini sebagai bentuk penjajahan dan pelanggaran terhadap kedaulatan.
Setiap serangan baru dari Israel justru menjadi bahan bakar bagi semangat perlawanan Hizbullah. Dalam narasi kelompok ini, mundur berarti menyerah pada ketidakadilan dan pelanggaran hak rakyat Lebanon dan Palestina. Oleh karena itu, selama agresi militer masih berlangsung, Hizbullah tidak memiliki alasan untuk menyerah.
2. Identitas Ideologis yang Terpaut pada Perlawanan
Hizbullah lahir pada tahun 1982 sebagai respons terhadap invasi Israel ke Lebanon. Sejak awal, identitas mereka dibangun atas dasar “muqawamah” atau perlawanan terhadap penjajahan dan dominasi asing. Bagi kelompok ini, perlawanan bukan hanya taktik militer, tetapi bagian dari misi ideologis dan spiritual.
Mereka menyebut perjuangannya sebagai jihad melawan penindasan, dan menyerah kepada Israel akan berarti mengkhianati akar ideologis mereka. Maka dari itu, selama prinsip ideologi ini masih dipegang teguh, menyerah bukanlah opsi.
3. Dukungan Internal dan Regional yang Signifikan
Hizbullah tidak berdiri sendiri. Mereka memiliki dukungan dari sebagian masyarakat Lebanon, terutama komunitas Syiah, serta dukungan kuat dari negara seperti Iran dan hubungan strategis dengan Suriah. Selain itu, retorika anti-Israel Hizbullah sering kali mendapat simpati dari berbagai kelompok di dunia Arab dan Muslim yang merasa solidaritas terhadap Palestina.
Dukungan ini memberikan legitimasi dan sumber daya bagi Hizbullah untuk melanjutkan perlawanan, baik secara politik maupun militer. Tanpa tekanan signifikan dari dalam negeri atau kehilangan sokongan regional, Hizbullah memiliki pijakan kuat untuk tetap melawan.
4. Kemenangan-Kemenangan Masa Lalu Menumbuhkan Kepercayaan Diri
Hizbullah percaya diri karena pernah mencatat kemenangan-kemenangan penting di masa lalu, terutama dalam Perang Lebanon 2006, yang oleh sebagian pihak dilihat sebagai kegagalan Israel untuk melumpuhkan Hizbullah. Keberhasilan bertahan dalam serangan besar tersebut memberi sinyal bahwa kekuatan militer mereka tak bisa diremehkan.
Momentum dan narasi kemenangan tersebut menjadi bagian penting dalam propaganda dan motivasi internal Hizbullah, baik bagi pasukan mereka maupun pendukungnya. Mereka yakin bahwa sejarah membuktikan kemampuan mereka untuk menghadapi tekanan besar dari Israel.
Penutup: Perlawanan yang Tak Akan Redup?
Konflik antara Hizbullah dan Israel tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Selama serangan Israel terus terjadi, identitas perlawanan tetap kuat, dukungan masih mengalir, dan keyakinan pada kemenangan tetap hidup, Hizbullah tidak memiliki insentif untuk menyerah.
Namun, ketegangan ini juga menempatkan wilayah Lebanon dan kawasan Timur Tengah dalam risiko konflik yang lebih luas. Dunia internasional terus memantau dengan kekhawatiran, karena setiap eskalasi kecil bisa berujung pada perang besar yang mengguncang stabilitas regional.